Sewaktu duduk sendirian di sinurambi petang, menjelma pelbagai warna pelangi, bercerita tentang zaman yang tidak pernah aku lihat.Lalu,coretan demi coretan di nota kecil Lintagu kutitipkan.
Air mata itulah kemanjaan murninya. Renung ketika lelapnya, hati lembut ibu pasti tersentuh. Saat dewasanya terlukis manis di mata tua kita. Lalu, harus bagaimana aku?
Bisakah aku bertahan bersama masa dan pepasir halus yang melekat di lantai kehidupan, atau kubiarkan ia menjadi sahabat karib di waktu siang dan malamku?
Mata petang, redup bicara kelopak matanya. Kusingkap dan kucari nota tersembunyi. Lalu kutemui nota harapan dari tangan ke tangan. Belum sampai-sampai.
Tiang putih semakin rindu pada nafas. Pintu semakin terbuka luas. Air mata semakin deras . Sungguh, kau dibenci pencinta dunia, namun tidak pencintaNya.
Usah bertanya pada ibu mengapa lautan ini masin sedang ikan di dalamnya tidak. Tunggulah saat dewasamu. Bila kau kembali ke pantai ini, pasti kau bertemu jawapannya...